Ads Top

Pengantar Advokasi Pelajar

Pengantar Advokasi Pelajar Prospek dan Tantangan

Oleh : David Efendi,SIP

Cover Buku Membela Teman Sebaya (IPM)
Dengan segala kelebihan dan kekuranganya tulisan singkat ini hendak ikhtiar untuk memberikan pengantar yang praktik bagaimana mengenal, bersahabat dan berkawan dengan yang namanya advokasi. Secara filosofis Islam merupakan agama yang “advokatif”. Artinya islam tidak menghendaki kemungkaran sosial-politik, atau penindasan ekonomi dan budaya. Untuk mewujudkan rahmat untuk semua itulah Islam membela dan melawan (kisah zaman Nabi Muhammad dalam fase jahiliyah) menjadi bukti empirik bahwa islam menjalankan pembelaan terhadap nilia-nilai luhur manusia sebagai makluk, hamba sekaligus sebagai kholifah untuk mewujudkan keadilan sosial.

Spirit al-maun (teologi al-maun) yang kita kenal luaus dalam lingkungan persarikatan Muhammadiyah menemukan landasan yang sangat kuat untuk mensejahterakan umat manusia, bangsa Indonesia (baca buku Buya Syafii Maarif terbarunya, Islam dalam bingkai ke-Indonesiaan,2009) dengan berbagai program dalam dunia pendidikan, kesehatan dan panti social meski menemukan berbagai ironi dan dramatisme. IPM sebagai bagian Muhammadiyah pun merespon gejolak zaman dengan merumuskan berbagai program kerja dalam bidang hikmah dan advokasi meski tidak mendapatkan dukungan yang kuat dari organisasi besar ini. Tapi ikhtiar membela pelajar itu ditegaskan sampai dua kali Muktamar, di Lampung dan di Medan yang klimaksnya pada tema besar: pelajar kritis, pelajar berdaulat untuk pencerdasan Bangsa. Sudah sampai mana hak pelajar, kedaulatan pelajar? Dan siapa yang tertindas, siapa penindas, dan siapa yang hanya berrpangku tangan menjadi penonton?

Pemahaman: Advokasi dan Kebijakan Publik
Banyak orang beranggapan bahwa advokasi merupakan kerja-kerja pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dalam praktek peradilan (pengertian sempit). Sehingga terkesan urusan organisasi yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata. Pandangan semacam itu karena pengaruh yang cukup kuat dari terminologi advocaat (Belanda) sedangkan dalam terminologi advocate (Inggris) pengertian advokasi menjadi lebih luas.2 Penegasan ini penting untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman yang akan berujung pada kesalahan menerapkan strategi dan tujuan. Bagaimanapun banyak lembaga atau organisasi yang merasa prihatin dengan kenyataan sosial, kemudian mengupayakan sesuatu, namun pada akhirnya terjebak pada kesalahan dalam diagnosis.

Mansour Faqih (1997) mendefinisikan advokasi sebagai usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental). Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik. Sedangkan menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah (isu) kedalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dari berbagai pengertian advokasi diatas, kita dapat membagi penjelasan itu atas empat bagian, yakni aktor atau pelaku, strategi, ruang lingkup dan tujuan. 

Sesungguhnya masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat merupakan dampak dari hubungan dan tarik-menarik kepentingan antara tiga actor utama: negara, pasar dan masyarakat. Ketika hubungan itu berjalan tidak seimbang, biasanya terjadi karena ada persekongkolan antara negara dan pasar, maka dapat dipastikan akan lahir kebijakan publik yang menindas rakyat kebanyakan. Kebijakan itu bisa berupa peraturan (rules), regulasi, standarisasi, Undang-Undang, Kepres yang memiliki fungsi sebagai norma umum, standar etika maupun sanksi. Dalam hal organisasi atau lembaga swasta juga bisa memunculkan produk kebijakan publik seperti peutusan Muktamar, SK Dikdasmen dan sebagainya. Ilustrasi dapat dibaca catatan kaki ini.

Dari contoh kasus tersebut, kita dapat melihat secara jelas bahwa akar masalah yang menjadi penyebab kerugian bagi masyarakat luas adalah karena adanya kebijakan. Dengan demikian, advokasi sesungguhnya adalah mempersoalkan ketidakadilan struktural dan sistematis yang tersembunyi di balik suatu kebijakan, undang-undang atau peraturan yang berlaku. Maka melakukan advokasi juga mempersoalkan hal-hal yang berada di balik suatu kebijakan, secara tidak langsung mulai mencurigai adanya bibit ketidakadilan yang tersembunyi dibalik suatu kebijakan.

Oleh karena itu, tujuan dari advokasi keadilan sosial adalah bagaimana mengupayakan/mendorong lahirnya sebuah kebijakan publik yang adil, bagaimana merubah kebijakan publik yang tidak adil dan bagaimana mempertahankan kebijakan yang sudah adil dengan suatu strategi. Sebuah kebijakan publik tidak akan pernah dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat luas. Walaupun dalam proses pembuatan kebijakan publik terdapat wakil rakyat, tapi hal itu tidak akan pernah menjamin bahwa kepentingan rakyat akan menjadi prioritas. Hal ini karena aktor perumus dan pembuat kebijakan memiliki logika kekuasaan dan kepentingan sendiri untuk beroperasi. Apalagi jika ruang publik dalam kehidupan politik tidak mendapatkan jaminan dalam sistem dan konstitusi.

Agar kebijakan publik tidak menjadi alat yang justru meminggirkan kepentingan publik, karena digunakan sebagai alat kekuasaan sebuah bangsa untuk melakukan/melegitimasi perbuatan-perbuatan korup dan manipulatif bagi kepentingan segelintir orang, kebijakan publik harus selalu bersinggungan dengan konsep demokrasi. Artinya kebijakan publik tidak sekedar disusun atau dirancang oleh para pakar dan elit penguasa yang mengatasnamakan kepentingan masyarakat banyak, melainkan harus menoleh pada opini publik yang beredar. Demokratis atau tidaknya perumusan kebijakan publik yang telah dilakukan akan sangat tergantung dari luas atau tidaknya ruang publik sendiri. Oleh karenanya, perluasan ruang publik dengan melakukan reformasi konstitusional yang mengarahkan pada transparansi dan keterbukaan yang lebih besar dalam proses politik yang ada pada sebuah negara harus dilakukan.

Mengingat advokasi merupakan kegiatan atau usaha untuk memperbaiki/merubah kebijakan publik sesuai dengan kehendak mereka yang mendesakkan terjadinya perbaikan atau perubahan tersebut, maka menjadi penting untuk memahami apa sesungguhnya kebijakan publik itu. Salah satu kerangka analisis yang berguna untuk memahami suatu kebijakan publik adalah dengan melihat sebuah kebijakan itu sebagai suatu sistem hukum.

Praktek Advokasi
Advokasi dalam perkembangannya digunakan untuk berbagai macam kepentingan, termasuk organisasi pelajar yang mempunyai basis massa yang sangat besar di negeri ini (IPM) mengunakan pola piker advokasi pembelaan teman sebaya yang sementara masih banyak pelajar yang tidak mendapatkan hak sebagaimana mestinya, mendapatkan teror, kekerasan yang sangat sistemik dari kepincangan kebijakan pemerintah yang tidak pro-pelajar, tidak pro-rakyat dalam terminologi yang lebih luas. Oleh kerana itu, maka advokasi dalam pembahasan ini tak lain adalah advokasi yang bertujuan memperjuangkan “keadilan sosial bagi pelajar seutuhnya”. Advokasi sebagai praktek perjuangan secara sistematis dalam rangka mendorong terwujudnya keadilan sosial melalui perubahan atau perumusan kebijakan publik. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan keadilan, advokasi keadilan social (Mansur Faqih).

Untuk melakukan advokasi pada tiga aspek hukum diatas, perlu dilakukan pendekatan yang berbeda mengingat ketiga aspek hukum tersebut dihasilkan oleh proses-proses yang memiliki kekhasan tersendiri. Oleh karena itu, menurut Roem, kegiatan advokasi harus mempertimbangkan dan menempuh pertama, Proses legislasi dan juridiksi, yakni kegiatan pengajuan usul, konsep, penyusunan academic draft hingga praktek litigasi untuk melakukan judicial review, class action, legal standing untuk meninjau ulang isi hukum sekaligus membentuk preseden yang dapat mempengaruhi keputusan-keputusan hukum selanjutnya.

Kedua, proses politik dan birokrasi, yakni suatu upaya atau kegiatan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana peraturan melalui berbagai strategi, mulai dari lobi, negoisasi, mediasi, tawar menawar, kolaborasi dan sebagainya. Ketiga, proses sosialisasi dan mobilisasi, yakni suatu kegiatan untuk membentuk pendapat umum dan pengertian yang lebih luas melalui kampanye, siaran pers, unjuk rasa, boikot, pengorganisasian basis, pendidikan politik, diskusi publik, seminar, pelatihan dan sebagainya. Untuk membentuk opini publik yang baik, dalam pengertian mampu menggerakkan sekaligus menyentuh perasaan terdalam khalayak ramai, keahlian dan ketrampilan untuk mengolah, mengemas isu melalui berbagai teknik, sentuhan artistik sangat dibutuhkan.

Mengingat advokasi merupakan pekerjaan yang memiliki skala cukup besar, maka satu hal yang sangat menentukan keberhasilan advokasi adalah pada strategi membentuk jaringan kerja advokasi atau jaringan kerja organisasi. Pasalnya kegiatan advokasi adalah pekerjaan multidimensi, sehingga dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak dengan spesifikasi keahlian yang berbeda dalam satu koordinasi yang sistematis dan terpadu. Banyak organisasi yang belum mampu meng-advokasi diri sendiri, sehingga perlu jejaring(sekutu) atau dukungan dari kelompok lainnya. Justru semakin besar keterlibatan berbagai pihak, akan semakin kuat tekanan yang dapat diberikan dan semakin mudah kegiatan advokasi dilakukan. Keberhasilan semakin dapat diharapkan daya ubahnya.

Untuk membentuk jaringan organisasi advokasi yang kuat, dibutuhkan bentuk-bentuk jaringan yang memadai. Sekurang-kurangnya terdapat tiga bentuk jaringan organisasi advokasi yang satu sama lainnya memiliki fungsi dan peranan advokasi yang berbeda, namun berada pada garis koordinasi dan target yang sama. Pertama, jaringan kerja garis depan (front lines) yakni jaringan kerja yang memiliki tugas dan fungsi untuk menjadi juru bicara organisasi, melakukan lobi, melibatkan diri dalam aksi yuridis dan legislasi serta penggalangan lingkar sekutu (aliansi). Tentunya pihak-pihak yang hendak terlibat dalam kegiatan advokasi jaringan kerja garis depan setidaknya harus memiliki teknik dan ketrampilan untuk melakukan tugas dan fungsi jaringan ini. Kedua, jaringan kerja basis yakni jaringan kerja yang memiliki tugas dan fungsi untuk melakukan kerja-kerja pengorganisasian, membangun basis massa, pendidikan politik kader, mobilisasi aksi dan membentuk lingkar inti. Ketiga, jaringan kerja pendukung yakni jaringan kerja yang memiliki tugas dan fungsi untuk mendukung kerja-kerja advokasi dengan cara mengupayakan dukungan logistic, dana, informasi, data dan akses.

Catatan Kritis
Siapa yang membala hak pelajar? Partai politikkah? Pengacara? Atau siapa, apa pelajar tidak mampu membala palajar dan berbagai pertanyaan refleksi dapat kita ajukan disini untuk diskusi sehingga akan memperkuat paradigma kritis yang kita miliki. Pemikiran dan tindakan kritis harus bersatu sehingga kerja-kerja advokasi dengan sistemik dan penuh keyakinan kita jalankan. Sering kali kita menutup diri dengan berhenti pada pemikiran kritis(belum tindakan) sehingga terjadi kesenjangan antara hati, perkataan dan perbuatan. Organisasi pelajar belum sepenuhnya percaya diri akan kemampuan pembelaannya terhadap berbagai fenomena ketimpangan sosial (baca lembar diskusi kelompok). Kerja advokasi ke depan masih sangat dibutuhkan dengan prospek yang cerah sekaligus penuh tantangan!

Berhasil atau tidaknya advokasi yang kita lakukan sangat tergantung dari penyusunan strategi yang kita buat. Oleh karena itu dalam menyusun strategi advokasi harus mempertimbangkan beberapa aspek penting yang sangat menentukan keberhasilan advokasi. Aspek-aspek itu adalah sebagai berikut: Pertama, bahwa dalam advokasi kita harus menentukan target yang jelas. Maksudnya kita harus menentukan kebijakan publik macam apa yang akan kita ubah. Apakah itu UU, Perda atau produk hukum lainnya. Kedua, kita juga harus menentukan prioritas mengingat tidak semua kebijakan bisa diubah dalam waktu yang cepat. Karena itu, kita harus menentukan prioritas mana dari masalah dan kebijakan yang akan diubah. Ketiga, realistis. Artinya bahwa kita tidak mungkin dapat mengubah seluruh kebijakan public. Oleh karena itu kita harus menentukan pada sisi-sisi yang mana kebijakan itu harus dirubah. Misalnya pada bagian pelaksanaan kebijakan, pengawasan kebijakan atau yang lainnya. Keempat, batas waktu yang jelas. Alokasi waktu yang jelas akan menuntun kita dalam melakukan tahap-tahap kegiatan advokasi, kapan dimulai dan kapan akan selesai. Kelima, dukungan logistik. Dukungan sumber daya manusia dan dana sangat dibutuhkan dalam melakukan kegiatan advokasi. Keenam, analisa ancaman dan peluang.

Kawan, meski demikian banyak pula organisasi disekitar kita yang melihat ketidakadilan sosial, ketidakadilan pendidikan, dan kekerasan pelajar tetapi menanggapi dengan naif, yakni dengan menyalahkan korban (blamming teh visctims). Sangat ironis sudah korban, disalahkan pula. Mereka beranggapan bahwa sistem/struktur sosial politik selalu baik, masyarakat sendirilah yang tidak mampu beradaptasi karena kebodohan, kemalasan, dan kelemahan dirinyalah mereka(rakyat powerlessness) menjadi korban. Teruslah belajar, teruslah berjuang...jangan lelah, jangan terlena karena masa depan itu 100% ditangan kita.

Referensi:
Eko Prasetyo, Assalamualaikum: Islam Agama Perlawanan!, Yogyakarta: Resistbook, 2007
___________, Orang miskin dilarang sekolah, Yogyakarta: Resistbook, 2004
Komnas HAM, Laporan Tahunan 2007 Komisi Nasional Hak Asasai Manusia, Jakarta: komnasham, 2008
Barbara Coloroso, Penindas, tertindas, dan Penonton, Resep Memutus Mata rantai Kekerasan dari Prasekolah hingga SMU, Jakarta: serambi, 2006
Mansour Faqih,dkk. Pendidikan Popular, Membangun Kesadaran Kritis, Yogyakarta: insist press, 2007.
M.Yudi Haryono, Melawan dengan teks, Yogyakarta: Resistbook, 2005
Roem Topatimasang.dkk, Merubah Kebijakan Publik, Yogyakarta: Pact dan Insistpress, 2001
Said Tuhuleley, Pendidikan, kemerdekaan Diri dan Hak si Miskin untuk bersekolah, Yogyakarta: Pusat Study Muhammadiyah, 2005
http://penghunilangit.blogspot.com/2005/08/strategi-advokasi.html

No comments:

Powered by Blogger.