Ads Top

Yang Dibela, Yang Dicaci

Mengamati munculnya hilal (Foto : aktualpost.com)
Itulah pemerintah kita saat ini. Sudah bukan rahasia umum lagi, masyarakat memberikan standar ganda bagi pemerintah. Meskipun semua tidak serta merta di sama ratakan, benar ada yang baik, yang jujur, yang berjiwa pemimpin, tapi memang pemerintah kita sejak bergulirnya reformasi memiliki tingkat kepercayaan yang kurang, terutama dalam segi pengelolaan pemerintah yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).


Disini saya bukan ingin mengungkapkan siapa yang benar dan siapa yang salah. Memang tidak perlu dibesar-besarkan. Tetapi seharusnya pemerintah lebih bersifat bijak dan arif dalam menghadapi perbedaan, terutama dalam penentuan awal Ramdhan tahun ini. Pemerintah kita, terutama Kementerian yang mengurusi Agama perlu duduk bersama, dalam artian bukan hanya dalam sidang Itsbat. Tapi dalam kesempatan-kesempatan yang lain agar perbedaan yang sepertinya aman-aman saja seperti sekarang ini, mampu diambil kata sepakat keseragaman satu suara dalam penentuan hari-hari besar Islam.

Sekedar pemberitahuan saja, kalender Qomariah (Islam) mengacu pada pergerakan bulan yang mengelilingi bumi. Maka, penentuan tanggalan berbeda yang dipakai oleh pemerintah kita selama ini yang menggunakan masehi (perputaran bumi mengelilingi matahari). Jelas saja ini berbeda prinsip. Belum lagi berbagai metode yang dilakukan untuk menghitung kalender hijriah kita di tanah air, jika melihat wujudul hilal menggunakan metode rukyat maka semua penentuan harus berdasarkan pengamatan langsung terhadap penampakan bulan dan matahari, begitu juga penentuan waktu untuk menjalankan sholat lima waktu.

Selain metode rukyat, ada metode hisab yang menggunakan sistem perhitungan secara astronomi. Secara hukum (syariat) metode ini memiliki berbagai dalil (dasar hukum) yang kuat beserta karakteristik negara kita yang sebenarnya jika melihat hilal untuk penentuan kalender hijriah peluang untuk melihatnya sedikit secara kasat mata, begitupun dengan menggunakan teropong/teleskop berteknologi tinggi, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi penglihatan seperti salah satunya faktor cuaca beserta topografi Indonesia yang luas.

Adapun jika terlihat ‘sang hilal’ itu, berbagai kelompok memiliki kriteria dan standarnya sendiri. Apakah itu beberapa derajat, 1, 2, 3, 4 dst yang bisa disebut jika hilal telah mencapai angka-angka tersebut bisa disebut telah memasuki bulan yang baru.

Sebenarnya jika boleh saya melihat dan memberikan komentar saya sendiri, masyarakat dan saya sebagai salah satunya, meskipun tenang-tenang saja melihat perbedaan ini, sepertinya, telah lupa bahwa berbagai harga kebutuhan telah naik, begitu juga dengan tarif angkutan, bila yang bepergian menggunakan angkutan umum, ini menjadi suatu tantangan. Seperti yang kemarin saya dengar dari seseorang, tapi ya mau bagaimana lagi. Ini sudah menjadi keputusan. Masyarakat hanya menerima kebijakan. Sedikit berbicara lantang, secepat-cepatnya dibungkam.

Sedikit pula, sahabat yang tidak satu keyakinan berkelakar, dan saya dianara orang-orang yang dilema karena pendapatnya. Dia menulis bahwa umat kita menghamburkan banyak uang untuk penyelenggaraan sidang itsbat yang mencapat miliaran mata uang negara kita. Mungkin begitu maksudnya, apalagi sebagai seseorang yang mewakili keyakinannya, tidak sepatutnya lembaga yang mengurusi bagian keagamaan (disitu bukan hanya satu agama) lebih memihak terhadap suara mayoritas. Saya mengerti maksudnya.

Namun, sebenarnya substansi dari perbedaan ini seharusnya kita menjadi lebih dewasa dan lebih banyak belajar lagi. Sebenarnya, penentuan masehi pun disama ratakan, disepakati dengan berdarah-darah. Tengok saja ketika dulu Nicolaus Copernicus yang harus dihukum karena melawan kepercayaan bahwa bumilah pusat tata surya. Tapi toh ternyata teori Copernicus yang benar, bumi hanya mengitari matahari.

Pada akhirnya yaitu kaji lagi berbagai faktor tentang penentuan hari-hari raya yang menggunakan perhitungan secara Qomariah (Bulan). Jika Barat pun sepakat bahwa ada, terdapat satu bulan (Month). Dalam agama orang-orang muslim pun satu bulan adalah perputaran Bulan dari awal muncul – Bulan Sabit – Bulan Penuh / Purnama(pertengahan bulan) – hingga Bulan tak muncul (akhir bulan) adalah dihitung satu bulan.  Kaji lagi hadist dan kondisi kekinian.

Wallahualam

No comments:

Powered by Blogger.