Ads Top

Galeri Foto Semiloknas SPI IPM Berkemajuan

Seminar dan Lokakarya Nasional (Semiloknas) Sistem Perkaderan IPM (SPI) pada periode PP IPM 2012-2014 dilaksanakan dua kali, pertama pada bulan Desember 2013 di Yogyakarta, kedua di Gresik pada bulan April 2014. Hasil dari kedua kali Semiloknas tersebut kemudian di Lokakaryakan di Jakarta sebelum Muktamar di kota yang sama.

Perubahan kembali Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) bukan hanya sekedar nama saja, namun kembali kepada khittah perjuangan pertama kali Ortom ini didirikan pada 18 Juli 1961 yaitu mewadahi pelajar terutama yang bersekolah di institusi Muhammadiyah. Selain itu perubahan kondisi secara sosial masyarakat menempatkan pelajar kini dengan berbagai tantangan. Tidak terkecuali para pelajar yang bersekolah di Muhammadiyah merupakan bidikan budaya negatif yang telah mewabah di tanah air bersamaan dengan arus globalisasi yang tak terbendung.

IPM memiliki peran strategis menjadikan pelajar sebagai generasi penerus bangsa, sebagaimana tujuannya “Menjadikan Pelajar Muslim yang Berilmu, Berakhlak Mulia serta Terampil dalam Rangka Menegakkan dan Menujunjung Tinggi Ajaran Agama Islam Demi Terwujudnya Masyarakat Islam yang Sebenar-benarnya” (AD IPM Pasal 6). Untuk mewujudkannya didasarkan pada paradigma pergerakan IPM dikenal dengan istilah 3T yaitu Tertib Ibadah, Tertib Belajar, dan Tertib Berorganisasi. 3T tersebut merupakan paradigma awal berdirinya IPM sebagaimana kondisi real pelajar pada saat itu.

Paradigma didefinisikan sebagai seperangkat konsep yang berhubungan satu sama lain secara logis membentuk sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan dan atau masalah yang dihadapi (Panduan Konpiwil IPM 2013, 95). Dari paradigma 3T di atas maka dirumuskan gerakan aksi, strategi gerakan, dan Sistem Perkaderan IPM (SPI). Sebelum muncul istilah SPI, pada tahun 1969 saat Semiliknas Kader di Palembang mulai diknal Taruna Melati (TM), Masa Bimbingan Anggota (Mabita), Masa Bimbingan Calon Anggota (Mabica), dan Coaching Instruktur (Masmulyadi, 2002). Melihat daripada sejarah, SPI pertama yang dirumuskan adalah SPI Tomang tahun 1973.

Dalam Semiloknas IPM 2013 di Yogyakarta tidak membahas SPI Tomang yang lahir di daerah Tomang, Jakarta Barat ini. Menurut dr. Agus Sukaca sebagai perumus SPI pada tahun 1986, SPI Tomang menjadi pijakan atau dasar merumuskan SPI pada tahun 1986 di Ujung Pandang tersebut, yang kemudian dikenal sebagai SPI Ujung Pandang atau SPI Merah (Karena Sampul Buku SPI-nya berwarna merah).

Pada masa transisi menjadi IRM, dirumuskan SPI pada tahun 1994 dalam Semiloknas di Malang, Jawa Timur maka muncullah SPI yang dikenal dengan SPI Biru. Dalam SPI ini menurutArif Mustafa Albuni sebagai perumus menekankan banyak perkaderan informal dalam rangka mengembangkan softskill atau keterampilan remaja. Karena cakupan remaja lebih luas daripada pelajar. Setelah melalui masa-masa melintasi akhir orde baru dan reformasi, IRM pada saat itu dikenal dengan paradigma GKT (Gerakan Kritis-Transformatif), maka setelah delapan tahun ada semacam evaluasi gerakan, maka digagaslah revisi SPI pada tahun 2004 yang dikenal dengan SPI Hijau. Pemaparan proses dan latarbelakang SPI Hijau dipandu oleh Saud El Hujaj. Dengan mengetahui berbagai fase pembentukan SPI diharapkan para perumus dapat mengambil pelajaran dan mampu menyambungkan sejarah.

Pada Konpiwil 2013 di Padang dirumuskan rekomendasi untukPimpinan Pusat IPM, pada poin pertama jelas tertulis “Mendesak PP IPM untuk segera menerbitkan Sistem Perkaderan IPM yang baru, sesuai dengan konsep gerakannya”. Rekomendasi tersebut memang didasari atas arah gerakan yang belum terarah, khususnya dalam perkaderan IPM. Basis masa IPM kini terkonsentrasi di sekolah Muhammadiyah. Selain itu dalam Muktamar XVIII di Palembang yang menghasilkan tim dua belas telah merumuskan paradigma IPM yaitu Gerakan Pelajar Berkemajuan (GPB). Paradigma gerakan ini menjadikan Islam yang Berkemajuan sebagai alat baca memahami realitas. Islam yang berkemajuan yang dimiliki oleh Muhammadiyah memiliki tiga karakter utama, yaitu “Membebaskan, Memberdayakan, dan Memajukan”. Dari sini kemudian dilakukan kontekstualisasi dalam menurut kacamata pelajar, sehingga IPM memiliki tiga ciri utama Gerakan Pelajar Berkemajuan yaitu “Pencerdasan, Pemberdayaan dan Pembebasan”(Panduan Konpiwil 2013, 95).

SPI yang merujuk pada paradigma tersebut merupakan sebuah keniscayaan dan memang sangat perlu dirumuskan. Berdasarkan dialektika yang ada dalam Semiliknas SPI 2013, kurangnya sosialisasi menjadi salah satu poin yang sangat penting. SPI tidak bisa dirumuskan dalam beberapa hari atau seminggu saja, harus ada berbagai kontribusi dari berbagai pihak dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu Semiloknas SPI 2013 baru membahas beberapa poin yaitu bagaimana perkaderan formal, informal, dan penjenjangan perkaderan IPM. Dalam penyempurnaannya akan dilanjukan dalam Semiloknas lanjutan pada tahun 2014.


Peserta Semiloknas I di Mualimien Yogyakarta, (berdiri ke-7 dan ke-8, Pak Arif Mustofa Albuni dan Pak Asep Purnama Bactiar [Ketua Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Pusat Muhammadiyah])



Peserta dan Panitia Semiloknas I

Tamu Pembicara DR. Agus Purwanto, penulis Ayat-ayat Semesta




Pembukaan Semiloknas II di Gresik

Zaka Mubarok

No comments:

Powered by Blogger.