Ads Top

Obey the Rules

Ilustrasi : bikemart.com
Melanggar peraturan akan berdampak sistemik

Kita sering mengeluh atas apa yang terjadi di sekeliling kita. Apapun itu. Macet, banjir, hawa yang panas, kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dan lain sebagainya. Jarang sekali kita mau berintrospeksi, namun lebih banyak menyalahkan orang lain dan keadaan.

Mungkin kita pernah kesal karena jalanan yang macet setiap hari. Kita pasti tau di jalan banyak sekali yang melanggar peraturan. Seperti melawan arus, melanggar lampu lalu lintas, dan parkir sembarangan. Beberapa waktu yang lalu saya pergi memakai sepeda motor. Jalan yang seharusnya lancar menjadi tersendat karena banyak yang melawan arus. Saya kasih tau saja jalannya, yaitu di perlintasan kereta stasiun Pondok Jati, Kayu Manis Matraman. Jika dari arah jalan raya yang menuju jalan Kayu Manis, setelah menyeberang rel kereta, kendaraan dilarang untuk berbelok ke kanan (disitu sudah jelas ada rambu dilarang masuk). Tetap saja orang-orang memaksa dan melanggar. Di jalan yang sempit seperti itu, pemberlakuan satu jalur menjadi solusi. Meskipun harus memutar arah, itu adalah untuk kebaikan bersama dan untuk kelancaran.

Masih di daerah Kayu Manis, parkir di pinggir jalan akan memakan jalan. Itu berarti mengurangi space untuk kendaraan yang akan melintas. Inilah salah satu lagi yang menjadi penyebab kemacetan. Tidak pagi dan sore hari. Kemacetan juga sering di siang hari yang panas. Alangkah bijaknya jika kita mau mematuhi peraturan. Minimal dalam berkendara. Belum lagi permasalahan sampah yang selalu ada di mana-mana. Sebenarnya sudah ada peraturan, bahwa yang membuang sampah sembarangan akan didenda Rp. 500.000. Hanya saja penerapannya yang tidak maksimal. Peraturan jadinya dibuat untuk dilanggar.

Saya sebenarnya malu, jika harus membandingkan negara kita, daerah kita dengan negara atau daerah lain yang lebih maju (baca : lebih baik). Mungkin keluhan di atas berlaku juga di tempat-tempat lain. Jangan sebut saya perfeksionis, tapi marilah merenungkan apalah artinya kita hidup di dunia ini. Apalah artinya kita merdeka dari penjajahan zaman dulu? Bukankah kita ingin hidup yang lebih baik dan nyaman? Kita tak boleh egois yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan masing-masing.

Udara yang panas membuat kita gerah. Pikiran menjadi mendidih dan hati pun menjadi panas. Jika cukup banyak uang kita bisa memasang AC, tinggal menyalakannya maka ruangan menjadi dingin. Tapi saya rasa itulah yang membuat bumi kita bertambah panas. Jika kita berkendara menggunakan motor, pun mengeluarkan polusi, apalagi mobil. Begitu juga AC. Coba saja rasakan apa yang keluar dari fan AC yang banyak menempel di gedung-gedung. Semuanya mengeluarkan hawa panas. Penggunaan AC kadang dilihat sebagai gengsi tersendiri dalam status hidup. Karena kipas angin sudah ketinggalan zaman. Kini di daerah Puncak yang dingin pun ada yang pakai AC, sungguh sangat mubazir dan hanya menambah panas saja.

Alamlah yang menjadi korban. Semua perlu listrik yang didapat dari tenaga yang lain, yaitu Bahan Bakar Minyak. Meskipun sudah ada energi terbarukan, hanya saja belum maksimal.

Saya kira hidup yang tertib bisa diwujudkan asalkan kita semua mau.

No comments:

Powered by Blogger.