Ads Top

Aksi Kontradiksi

Kontradiksi di Jakarta (gambar : suarapengusaha.com)
Saya pernah menulis di majalah kuntum tentang Pelajar Pelopor Kebersihan. Isinya tentang bagaimana kok bisa negeri kita yang mayoritas “beragama” tapi kepedulian terhadap lingkungan dan kebersihan itu minim bahkan tidak ada.

Coba tengok Negara-negara yang mayoritas agamnya berbeda dengan negeri kita, atau Negara yang “tak beragama” luar biasa mereka menjunjung tinggi prinsip menjaga lingkungannya. Bukankan kebersihan sebagian daripada iman?

Dalam tulisan lain saya pun pernah mempertautkan dua hal yang sama, tapi bertentangan : bersepeda dan kebersihan. Bersepeda memang sehat, tapi kok masih buang sampah sembarangan? Bahkan, bersepeda tapi merokok! Iki pie?

Nah, banyak sebenarnya kontradiksi dalam keseharian kita, terutama yang pernah saya temui. Sebut saja “bekas bos”, di tempat kerja saja si bos ini sangat menekankan bagaimana hidup bersih, teratur, rapi, pokoknya semacam orang perfeksionis lah. Tapi, ketika saya ikut dalam mobilnya, jreeeng, saat masuk pintu tol kan bayar tuh (yaiyalah, masa ga bayar) dan setelah bayar dapat karcis, apa yang terjadi? PLUNG dibuangnya kertas itu sembarangan! Itulah kontradiksi yang nyata. Miris sekali :’(

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kontradiksi bermakna pertentangan antara dua hal yang sangat berlawanan atau bertentangan. Beberapa contoh di atas baru sebatas tentang perilaku kebersihan yang memang harus kita sadari. Berkoar-koar tentang kebersihan, tapi diri pribadi memberikan contoh yang sebaliknya. Benar jadinya jika peribahasa mengatakan bahwa “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”

Sekarang kita dihebohkan dengan perilaku penegak hukum yang korup. Setara presiden lagi, karena yang namanya Mahkamah Konstitusi adalah majelis tertinggi tempat orang-orang yang merasa kecewa mengadu, terutama menyangkut persengketaan pemilukada. Skripsi saya mengenai pemilukada, dan mengapa saya mengambil tentang ajang demokrasi ini, karena memang banyak kepentingan yang ada dalam Pemilukada. Belum lagi tentang penyelenggaraannya yang tersebar di seluruh kabupaten/kota hingga provinsi. Mau tau jumlahnya? Dalam satu periode pemilukada mencapai 495 kali dalam 5 tahun!

Nah, namanya juga manusia. Kadang silau dengan dunia, apalagi harta dan tahta. Tapi ini berbeda, sebagai penyelenggara Negara terutama di bidang yudikatif (para penegak hukum) harus bermental pelayan, penengah, pemberi putusan yang adil, dan menomorsatukan kemashlahatan rakyat. Coba liat saja akibat pemilukada banyak kerusuhan terjadi dimana-mana.

Dengan ditangkap tangan pimpinan tertinggi hakim konstitusi memperlihatkan kontradisi yang sangat amat jelas. Satu sisi sebagai penegak hukum yang seharusnya tahan godaan suap, eh malahan sama-sama terjerumus.

Oleh karena itu perlu kesadaran bersama, melihat saudara-saudara kita yang berada di bawah, sakit rasanya selalu melihat kontradiksi ini. Jikalah kita mencoba membuka pikiran kita pada awalnya kita lahir dunia ini dari ketiadaan, maka kembali kepada ketiadaan.

No comments:

Powered by Blogger.