Nasib Petani dan Kedaulatan Pangan Nasional
Ketahanan pangan dalam arti kemandirian pangan bisa dijamin bila produksi dalam negeri setidaknya 90 persen dari total konsumsi (Pulungan : 2008). Setidaknya, ketahanan pangan seharusnya memiliki konsep yang jelas karena sangat bergantung bagi kelangsungan hidup masyarakat di sebuah Negara. Termasuk Indonesia. Makanan merupakan kebutuhan primer yang seharusnya setiap orang mampu untuk dipenuhi setiap hari. Melihat realitas yang ada di masyarakat, keperluan terhadap pangan cenderung terus meningkat begitu juga dengan jumlah warga. Secara lahiriah, pangan merupakan kebutuhan setiap pribadi. Setiap hari kebutuhan akan pangan harus terpenuhi. Jika satu hari telah terpenuhi, maka menurut konsep kesejahteraan masyarakat pemenuhan akan pangan harus senantiasa tersedia dalam hitungan waktu yang lama. Sebagai contoh, seperti yang diutarakan oleh Presiden Yudhoyono (8/9/2010) bahwa stok pangan nasional untuk tahun 2010 aman.
Benarkah yang dikatakan oleh presiden itu? Memang, untuk persoalan tersedianya pangan diperkirakan cukup untuk beberapa waktu kedepan. Tapi, permasalahan distribusi masih kurang mendapatkan perhatian. Ini bisa dilihat dari perbedaan harga yang lumayan jauh antara satu daerah dan daerah lain. Terutama terjadi saat musim hari raya seperti sekarang ini, yaitu Idul Adha. Meskipun tak seramai saat menjelang Idul Fitri, permasalahan distribusi pangan ini kurang terekspos karena berbagai persoalan yang melanda bangsa ini, terutama karena bencana alam.
Tentu saja kondisi bangsa seperti sekarang ini perlu mendapat lebih perhatian. Ini dikarenakan keadaan cuaca secara nasional yang sulit ditebak. Sepertinya kembali kepada para petani yang terkena imbasnya. Disamping harga jual yang murah, biaya produksi yang sangat tinggi, pasar yang terus menyempit dikarenakan faktor hasil-hasil pertanian dari luar negeri (impor) dan juga tentunya hama.
Masyarakat hendaknya sadar bahwa saat ini telah menjadi tamu di negeri sendiri. Demikianlah hipotesa sementara atas kedaulatan pangan nasional sekarang. Petani kebingungan atas berbagai persoalan tadi meskipun mereka tetap mencoba untuk terus bertahan mengolah pertanian dengan cara yang ada. Kejadian di daerah Cianjur-Jawa Barat, para petani dilanda kekhawatiran atas pertanian mereka, yang semula secara terpola menerapkan sistem satu kali menanam padi, setelah panen ganti dengan palawija atau umbi-umbian, ternyata pola tersebut tak lagi relevan. Semula yang seharusnya enam bulan ini menanam kedelai terpaksa beralih menanam beras dengan resiko terkena hama.
Saat negeri ini dibangga-banggakan dengan kesuburannya, karena memang apapun yang di tanam di wilayah Indonesia semuanya tumbuh, saat ini harus berhadapan dengan kemelut persoalan pertanian, tentunya erat sekali kaitannya dengan persoalan pangan. Memang sepertinya masalah ini merupakan persoalan klasik, tapi bila dilihat betapa besarnya potensi kekayaan alam yang ada harus diutamakan peningkatan SDM para petani agar lebih mandiri dan tentunya menjadi kaum yang dibanggakan serta berjasa bagi ketahanan pangan nasional.
Bahan pokok selain beras, minyak goreng, daging sapi, dan gula yang dijamin oleh pemerintah aman stoknya untuk kedepan bagaimana dengan kebutuhan bahan pokok lainnya? Memang menarik, di Indonesia khususnya untuk pulau jawa, yang menjadi perhatian saat ini adalah tentang nasib para petani kedelai. Olahan dari hasil pertanian ini umumnya adalah tempe. Selain itu bisa diolah menjadi kecap, tahu, susu kedelai dan yoghurt. Ternyata, menurut informasi terbaru, bea masuk import kedelai menjadi 0% (Menteri Perdagangan-Marie Elka Pangestu). Per Juli 2010 di sebuah pasar di Jawa Timur harga kedelai impor turun dari Rp. 6.000 menjadi Rp. 4.500. Fakta tersebut berbanding terbalik dengan harga kedelai lokal yaitu Rp. 5.100.
Kondisi tersebut menyebabkan konsumen tentu saja karena alasan ekonomis lebih memilih kedelai import. Kali ini petani kembali yang dirugikan, ketika berbagai tuntutan terus dilontarkan kepada pemerintah agar bersikap bijak mengatasi permasalahan ini, petani hanya bisa pasrah. Kendati sikap petani kita yang legowo menerima keadaan seperti sekarang ini, masyarakat tentunya harus ikut andil dalam memilih barang-barang, terutama pangan hasil para petani lokal dan olahan UKM dalam negeri. Karena belum tentu barang-barang yang diimport dari luar negeri kualitasnya lebih baik dari produk domestik.
Sementara itu, para pengerajin tempe sepertinya lebih memilih menggunakan kedelai import untuk diolah. Ini mengakibatkan makanan khas dan makanan asli berasal dari Indonesia berbahan baku produk luar. Para pengrajin yang umumnya merupakan pengusaha home industry tak sebanyak yang menggunakan kedelai lokal. Disamping itu, dampak yang diakibatkan dari hal ini adalah adanya kelangkaan kedelai lokal. Sepertinya pemberdayaan harus segera dilakukan oleh pemerintah agar tidak terus berlarut-larut tanpa penyelesaian. Sebagai pemegang wewenang melalui Kementrian Pertanian, Kementrian Perdagangan, Kementrian UKM harus menganggap serius dan memperhatikan para petani lokal.
Harus diakui pembenahan kondisi pertanian terkesan lambat, bisa jadi jalan ditempat atau bahkan mengalami kemunduran pasca merebaknya isu global climate change. Bukan hanya pemerintah saja yang terlibat, tentunya sektor swasta harus peka terhadap keadaan ini. Bukan untuk mencari untung sebanyak-banyaknya, tapi kepedulian terhadap rakyatlah yang harus dijunjung. Sepertinya, pihak swasta sendiri meskipun peluang untuk terlibat agak kecil, tapi dengan dicanangkannya pemberdayaan petani dalam menghadapi persoalan iklim global harus terealisasi sampai ke pelosok. Karena secara keterikatan pihak swasta seperti perusahan-perusahaan besar nasional, sampai multi nasional memiliki CSR (Coorporate Social Responsibility).
Tentunya menjadi keinginan bersama bahwa para petani lokal kita bisa makmur dan menjalankan tugas-tugas mereka dengan lancar. Perlu waktu yang relatif lama, tapi tak menutup kemungkinan akan tercapai. Sebagaimana Sasaran Pembangunan Milenium atau MDG’s (Millennium Development Goals) yang salah satunya berhubungan dengan pangan adalah nomor satu tentang pengentasan kemiskinan dan kelaparan yang ekstrim. Semoga tercapai dan petani kita sejahtera.
No comments:
Post a Comment