Ads Top

Stop Eksploitasi Anak jadi Pengemis dan Pengamen Jalanan

Foto : August Rush (cinemaroll.com)
Telah lama saya melihat mereka di jalanan. Tak peduli siang dengan teriknya matahari, atau ketika malam dengan kelam dan dinginnya, tak jarang juga dalam hujan mereka terus meminta belas kasih orang-orang di jalan. Ada yang hanya meminta-minta atau ada juga yang mengamen, sekedar memperdengarkan paraunya suara dan kebolehan memainkan alat musik seadanya.

Ada beberapa orang yang lulus dari kerasnya hidup di jalanan. Sebut saja bang Iwan Fals yang sampai saat ini menjadi idola dan inspirasi para musisi. Lagu-lagunya banyak menyuarakan kehidupan masyarakat kita, problematika sosial, hingga kritik dan perlawanan kepada penguasa. Ada juga lagu bang Iwan yang menggambarkan kehidupan jalanan seperti lagu Sore Tugu Pancoran. Lagu tentang kisah perjuangan Si Budi, bocah kecil penjual koran yang “berkelahi” dengan waktu.

Dalam lagu Sore Tugu Pancoran, Si Budi memiliki impian. Mungkin ia ingin seperti anak-anak seusianya, bermain, belajar, sekolah, serta memiliki cita-cita yang akan ia wujudkan kelak di kemudian hari. Saat ini saya lihat anak-anak seperti Budi masih banyak. Apalagi di kota besar seperti Jakarta.

Sejalan dengan kisah Budi dan jalanan, film August Rush menceritakan tentang ekploitasi anak-anak untuk mengamen, mengumpulkan dan memberikan uang kepada ayah mereka yang sebenarnya lebih tepat dipanggil bos. Karena bos ini hanya mengawasi anak-anak dia di jalan agar tidak ditangkap “Polisi Pamong Praja” dan berharap mereka membawa pulang banyak uang. Hanya untuk kesenangannya semata : minum alkohol dan berjudi.

Berdasarkan pengamatan saya di Jakarta banyak eksploitasi terhadap anak-anak untuk mengemis atau mengamen di jalanan. Sebut saja di daerah lampu merah RS. Fatmawati, disini tak kenal pagi, siang atau malam. Tapi yang terlihat sangat ramai yaitu saat sore hari. Ketika lampu merah menyala, anak-anak mendekati para pengendara sepeda motor atau mobil-mobil yang berhenti, meminta-minta atau bernyanyi sambil bertepuk tangan. Sementara para orang tua hanya melihat di bawah pohon atau di pinggir jalan.

Sama halnya di lampu merah RS. Cipto Mangunkusumo, seorang ibu menggendong bayinya sambil meminta-minta. Sungguh kasihan, sang bayi mungil harus menghirup asap kotor knalpot kendaraan. Tentunya berbahaya untuk paru-parunya juga yang masih bayi. Sementara itu, di kolong fly over Kampung Melayu, dalam hujan dua bocah kecil duduk di pintu angkot yang melaju perlahan, tak peduli basah bahkan jatuh dari mobil, mereka bernyanyi setelah membagikan amplop dan berharap akan diisi rupiah oleh penumpang angkot.

Di atas hanya sebagian kecil contoh cara anak-anak jalanan untuk tetap makan, minum, dan menyambung kehidupan. Salahkah cara mereka? Kadang saya merasa risih, kadang juga merasa kasihan. Meskipun telah ada peraturan larangan memberi kepada pengemis di jalanan, sama seperti pendapat saya sebelumnya, peraturan yang diharapkan mampu menguragi pengemis atau pengamen ini sepertinya jalan di tempat.

Anak-anak jalanan adalah permasalahan sosial yang perlu menjadi perhatian bersama. Mereka sama-sama anak Ibu Pertiwi, bagian dari dunia ini dan bagian kita. Ada berbagai gerakan yang dilakukan Pemerintah, Yayasan, Lembaga maupun Organisasi Sosial terkait anak-anak jalanan. Seperti kegiatan bersama, mendirikan sekolah bagi anak jalan, hingga rumah singgah. Namun aksi yang peduli terhadap anak jalanan tersebut hanya bisa dihitung jari, dan meskipun telah maksimal, belum berhasil menyelesaikan permasalahan.

Kini tahun 2015 sudah berjalan beberapa bulan dan zaman telah berganti dengan semakin canggihnya teknologi. Pemimpin pun sudah silih berganti turun-naik jabatan. Jangan sampai anak jalanan jadi seperti yang ada di film Alangkah Lucunya (Negeri Ini), mereka menjadi pencopet atau bahkan pencuri. Sungguh ironi, jika Indonesia yang kaya ini belum bisa melindungi generasinya. Karena anak jalanan memiliki hak untuk hidup dan medapatkan pendidikan. Perlu adanya penyadaran terhadap para orang-orang yang mengeksploitasi anak-anak jalanan yang menjadi pengemis atau pengamen. Semua elemen masyarakat maupun pemerintah perlu bekerja bersama untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana cita-cita yang tercantum dalam Pancasila.

No comments:

Powered by Blogger.