Sehari

JAKARTA

Hari ini aku kembali menulis. Hanya sebuah catatan kecil pembelajaran dalam hidup. Sebenarnya banyak yang terlintas dalam benak ini. Tapi, yang saat ini aku pikirkan hanya dirinya, kekasihku yang sangat aku cintai. Mungkinkah dia meninggalkanku? Pasti itu akan menyakitkan sekali. Pasti. Sangat menyakitkan.

Aku awali dengan mendengar. Tentunya bola harus dijemput bukan? Aku menelpon pagi hanya untuk memastikannya tidak kesiangan dan mendengar suaranya, yang aku berharap sekali bisa membuat hari ini indah dan  aktifitasku bersemangat menjalaninya. Serta, dengan suaraku dia mendengarnya betapa aku menyayanginya dan membuatnya bahagia.

Panggilan pertama gagal. Mungkin dia terlalu cape dengan pekerjaannya kemarin sehingga harus tidur larut malam. Aku bersabar dan hanya mengirimnya pesan karena waktu yang menunjukkan pukul 05.30 sudah membuatku kesiangan. Panggilan kedua aku urungkan eksekusi, karena perasaan tak enak apabila pagi-pagi sudah mencari perkara. Nah, hal ini yang membuat diriku gundah sampai akhirnya terbawa sampai perjalanan yang melelahkan, walaupun baru setengah jam perjalanan.

Pesan terjawab. Itulah yang antara kutunggu dan tak aku tunggu. Iya, balasan. Aku langsung membuat panggilan dan akhirnya bisa juga "mendengar" dan bertanya. Tenang dan senang rasanya. Perjalanan aku lanjutkan dan semoga kesehatan dan kelancaran menjalankan aktifitas senantiasa Tuhan mencurahkan dan mendampingi langkah kami.

Pandangan memang harus dijaga. Diriku mengelak semua, melepas kacamata dan hanya fokus pada dua perkara : jalan dan membaca. Terlalu banyak godaan dalam perjalanan. Terlebih dalam kondisi dalam menjalankan rutinitas yang terkenal harus bersabar dan harus sangat bersabar ini. Benar, ini shaum.

Mendengarkan bisa merubah. Ketika telinga bekerja, tentunya akan berkolaborasi dengan otak dan akan menerjemahkannya. Rutinitas kali ini yaitu menikmati hentakkan melodi dan nada berirama yang bersemangat. Semangat selamanya.