Memimpin dari Hati
Dedikasi. Menurut kamus merupakan suatu bentuk pengorbanan tenaga, pikiran dan waktu demi keberhasilan suatu usaha atau tujuan mulia. Bisa dikatakan juga sebagai suatu pengabdian. Tapi, kata dedikasi rasanya lebih keren dan kelihatan seperti kata orang yang terpelajar.
Rasanya setiap orang harus memiliki dedikasi terhadap hidupnya sendiri dan orang lain. Karena manusia tidak terlepas dengan makhluk lainnya (manusia, hewan, tumbuhan, alam) atau manusia dikatakan makhluk social. Tetapi, kadang kita sering lupa akan hal ini. Mengabaikan rasa solidaritas dan kemanusiaan demi mementingkan diri pribadi.
Hari ini, sadar maupun tidak banyak orang yang belum makan, banyak anak-anak yang tidak bisa mengenyam pendidikan karena belum diberikan kesempatan (tak mempunyai biaya). Ini disebabkan, hari ini gaps (kesenjangan) antara si kaya dan si miskin sangat terlihat jelas. Kita kadang menutup mata dengan rutinitas (kalau menurut saya ini merupakan fenomena) kemacetan kota-kota besar di tanah air oleh kendaraan seperti mobil (mewakili kaum menengah atas) serta para pemulung jalanan yang marak (mewakili kaum miskin), tentunya ini ada di kota-kota besar juga. Sudah bisa membayangkannya? Satu contoh lagi, mungkin agak sama, seperti kemacetan setiap akhir pekan di kawasan puncak-bogor. Kondisi ini seperti yang biasa dilihat adalah karena antrian mobil-mobil yang akan rekreasi (meskipun tidak semuanya). Kemacetan memperlihatkan parade mobil-mobil berkelas para kaum berada. Bertolak belakang sekali dengan 14,15 % atau jumlah 32 juta penduduk miskin (sumber : BPS tahun 2009), ini baru miskin, bisa dikategorikan masih mempunyai tempat tinggal belum yang sangat miskin.
Data yang disajikan ternyata akan mendukung ketika kondisi masyarakat miskin sebenarnya sangat banyak dan memprihatinkan. Perbaikan ekonomi ke arah yang lebih baik merupakan harapan setiap orang. Dedikasi dalam kaitan inilah yang harus dimiliki para ekonom dan seluruh masyarakat secara umum. Permasalahan kemiskinan adalah permasalahan bersama, setidaknya kita harus memiliki kepekaan.
Membantu orang lain merupakan suatu perbuatan yang mulia. Pastinya pernah terbersit pikiran tentang membantu orang lain ketika kita sudah mempunyai segalanya baru bisa membantu. Sebenarnya, tak harus seperti ini. Membantu orang lain dapat dilakukan kapanpun, seperti dari definisi dedikasi tadi, bisa berupa harta, pikiran maupun waktu. Permasalahannya sekarang adalah apakah kita sudah siap membantu orang lain? Hal, yang paling sulit adalah melakukannya dengan ikhlas. Orang yang mempunyai dedikasipun belum tentu memiliki rasa ikhlas ini. Makanya, antara dedikasi dan rasa ikhlas harus saling terintegrasi.
Akhir-akhir ini, permasalahan sosial dan kepekaan terhadap alam menjadi sorotan bersama. Baik orang-orang dalam ekonomi kelas bawah maupun atas tahu tentang permasalahan lingkungan hari ini. Baik tentang banjir, fenomena bencana alam longsor, tanah amblas, cuaca yang tak menentu, bahkan sampai permasalahan sampah.
Semua permasalahan pastinya kembali kepada manusia sebagai penghuni bumi ini. Berhubungan dengan masyarakat akan berhubungan dengan pemimpin. Tak bisa dipungkiri, bahwa kelalaian daripada pemimpin yang belum (tidak) mempunyai dedikasi untuk membangun tatanan social perlu dipertanyakan. Akhirnya, kita harus bergotong-royong dan saling mengingatkan sesama manusia untuk berbuat untuk kehidupan social termasuk para pemimpin kita.
Pemimpin harus memiliki dedikasi. Mereka harus berkorban untuk rakyatnya. Bukan untuk dirinya dan golongannya. Ada persoalan social yang lebih penting untuk diselesaikan. Permasalahan kemiskinan, pendidikan dan perbaikan ekonomi harus konsisten dipecahkan masalahnya dengan hati yang bersih. Karena dedikasi datangnya dari hati, untuk senantiasa berkorban baik dengan harta, pikiran maupun waktu yang dimiliki.
No comments:
Post a Comment