Perjalanan I
Dalam perjalanan tentunya pasti ada rintangan. Salah satu perkataan yang sangat sekali aku ingat bahwa apapun yang diberikan tuhan adalah yang terbaik. Jika kita menganggap kita tidak sedang beruntung atau apalah namanya, karena itu kita belum mengetahui dan yang terbaik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Sebaliknya, yang jelek menurut kita atau tidak enaklah, kurang lah, mungkin menurut Allah adalah the best things atau terbaik baik kita dan yang cukup bagi Allah.
Kita sebagai manusia memang tidak akan pernah puas. Maka untuk membendung segala sifat yang jelek itu, tidak ada salahnya kita menjalan apa yang menjadi sunnah yaitu dengan berpuasa. Di dalam ibadah ritual tersebut kita dianjurkan untuk menahan segala perbuatan yang bekenaan dengan hawa nafsu. Bukan hanya menahan lapar, haus dahaga. Jika dimulai dengan mebiasakannya dan menjadikannya sebagai rutinitas mudah-mudahan menjadi nilai tambah bagi kita sebagai manusia.
Kembali kepada hal perjalanan kita hidup di dunia ini. Setiap hari yang kita lalui manusia semua adalah mempunyai jatah yang sama dua puluh empat jam. Tidak kurang tidak lebih. Mengelolanya menjadi tanggung jawab kita sebagai khalifah fil ard. Seiring waktu yang berjalan menjadikan manusia berfikir dewasa dan kritis. Bagaikan bumi yang mengelilingi matahari. Rutinitas kita memiliki suatu tujuan. Hidup yang bahagia itu yang bermanfaat.
Pasti! apa yang diberikan Allah itu adalah terbaik bagi kita semua. Jika kita memperoleh rizki sekian, maka memang yang kita butuhkan adalah sekian. Mungkin akan beda masalahnya jika dalam prinsip orang malas dan tidak malas. Orang yang selalu berfikir sehat tentu akan selalu bekerja sehat untuk atau bekerja keras untuk mencapai tujuan. Disini, tujuan itu adalah yang diridhoi-Nya tentunya.
Walaupun semakin hari semakin kita merasakan perjuangan hidup yang tiada hentinya. Seperti dalam lirik sebuah lagu yang dipopulerkan pada waktu dulu bahwa hidup adalah suatu perjuangan tanpa henti. Selalu berkesinambungan dengan sekitar menjadikan kita diterima oleh lingkungan. Permasalahannya adalah ego, pikiran dan kepribadian setiap orang itu berbeda-beda. Seberapapun kerasnya orang mengatakan bahwa si a atau si b itu sama wataknya kepribadiannya itu hanya mirip-mirip saja. Kita harus percaya bahwa manusia memiliki hakikat satu sama lainnya berbeda, dan perbedaan itu harus kita siasati menjadi suatu persatuan yang sangat luar biasa sekali.
Kita sebagai manusia memang tidak akan pernah puas. Maka untuk membendung segala sifat yang jelek itu, tidak ada salahnya kita menjalan apa yang menjadi sunnah yaitu dengan berpuasa. Di dalam ibadah ritual tersebut kita dianjurkan untuk menahan segala perbuatan yang bekenaan dengan hawa nafsu. Bukan hanya menahan lapar, haus dahaga. Jika dimulai dengan mebiasakannya dan menjadikannya sebagai rutinitas mudah-mudahan menjadi nilai tambah bagi kita sebagai manusia.
Kembali kepada hal perjalanan kita hidup di dunia ini. Setiap hari yang kita lalui manusia semua adalah mempunyai jatah yang sama dua puluh empat jam. Tidak kurang tidak lebih. Mengelolanya menjadi tanggung jawab kita sebagai khalifah fil ard. Seiring waktu yang berjalan menjadikan manusia berfikir dewasa dan kritis. Bagaikan bumi yang mengelilingi matahari. Rutinitas kita memiliki suatu tujuan. Hidup yang bahagia itu yang bermanfaat.
Pasti! apa yang diberikan Allah itu adalah terbaik bagi kita semua. Jika kita memperoleh rizki sekian, maka memang yang kita butuhkan adalah sekian. Mungkin akan beda masalahnya jika dalam prinsip orang malas dan tidak malas. Orang yang selalu berfikir sehat tentu akan selalu bekerja sehat untuk atau bekerja keras untuk mencapai tujuan. Disini, tujuan itu adalah yang diridhoi-Nya tentunya.
Walaupun semakin hari semakin kita merasakan perjuangan hidup yang tiada hentinya. Seperti dalam lirik sebuah lagu yang dipopulerkan pada waktu dulu bahwa hidup adalah suatu perjuangan tanpa henti. Selalu berkesinambungan dengan sekitar menjadikan kita diterima oleh lingkungan. Permasalahannya adalah ego, pikiran dan kepribadian setiap orang itu berbeda-beda. Seberapapun kerasnya orang mengatakan bahwa si a atau si b itu sama wataknya kepribadiannya itu hanya mirip-mirip saja. Kita harus percaya bahwa manusia memiliki hakikat satu sama lainnya berbeda, dan perbedaan itu harus kita siasati menjadi suatu persatuan yang sangat luar biasa sekali.
No comments:
Post a Comment