Ads Top

Ramadhan "Mengagumkan" - Kejatuhan Buah Kelapa

Rasanya "rasa" lupa menyelimuti saat ini. Satu pertanyaan yang memang agak sulit untuk dijawab tepat. Ini berhubungan dengan jumlah. Ramadhan keberapakah aku menjalaninya tahun ini? Berapa kali ramadhan aku "gol" seratus persen sampai hari idul fitri? berapa kali ramadhan aku tidak sampai finish? berapa kali aku bocor saat ramadhan?

Pertanyaannya mungkin sama dengan yang kamu alami sekarang. Ingin tahu? Cobalah ingat-ingat kembali. Mungkin terdengarnya konyol juga pertanyaan tersebut. Tapi untuk sekedar merefleksikan apa yang telah kita kerjakan pada amalan rutin setiap tahun ini. Apakah hanya sekedar rutinitas menahan lapar dan dahaga saja? Pernahkah merasa iman kita bertambah saat ramadhan menjelang dan luntur setelah berpisah dengan ramadhan? Saya hanya ingin mengkritik diri kita semua dengan maksud berpatokan kepada semangat ramadhan kita setiap tahun.

Pose Merenung
Banyak sekali pengalaman saat Ramadhan, khususnya saat masih kecil dahulu yang penuh dengan pelajaran. Salah satunya (yang pahit) adalah sehari sebelum idul fitri biasaya disibukkan dengan memasak berbagai macam penganan - sayur, kue dll - sore hari sebelum malamnya "takbiran", saya diberitugas sang bunda untuk mengambil kelapa di kebun ditemani sang paman. Pohon kelapa yang lumayan tinggi sekitar 15 meter yang teletak di pinggir sungai di kampung kami itu. Aku menunggu. Sang paman, erik namanya tapi aku memanggilnya mang eri' (pakai kutip satu, memperlihatkan ketegasan dalam penyebutan) dia memanjat. Setelah dia sampai di atas aku tak tahu dia menurunkan kelapa yang tua itu. Maka, terjadilah tragedi itu. Kepalaku tertimpa kepala tua. Aduuuh. Rasanya sangat berat, sakit, pusing, aku merintih, mungkin juga tak sadarkan diri selama sepuluh detik. Mata dan pikiran berkunang-kunang dan berputar-putar. Layaknya batu yang ditimpa kelapa, kejadian itu menghasilkan suara "tuk" yang terngiang-ngiang sampai sekarang.

Itulah hari terakhir dalam ramadhan itu aku berpuasa, karena besok idul fitri. Aku berusaha untuk bertahan. Pamanku tertawa terbahak-bahak. Sambil bertanya apa yang sebenarnya tidak usah dikatakan. Tahulah itu, "Kenapa? Tidak Apa-apa?". Ah, harus sabar. Itulah Ramadhan.
Mengagumkan.
Penuh Kejutan.

Bagaimana Ceritamu??

No comments:

Powered by Blogger.