Ads Top

Hak Sipil dan Politik

Pertemuan Ke-2
Kamis, 26 November 2009

Meratifikasi -> Mengadopsi
Progresive Realisation

Universal
Particularism -> Menghormati nilai-nilai lokal

Jepang -> komunitas -> bukan individu

ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai penggunaan kewenangan oleh aparatur represif negara yang menjadi Negara-negara Pihak ICCPR.

Klasifikasi pertama adalah hak-hak dalam jenis non-derogable; yaitu hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara-negara Pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. Hak-hak yang termasuk ke dalam jenis ini adalah :
(i) hak atas hidup (rights of life);
(ii) hak bebas dari penyiksaan (rights to be free from torture);
(iii) hak bebas dari perbudakan (rights to be free from slavery);
(iv) hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang);
(v) hak bebas dari pemindanaan yang berlaku surut;
(vi) hak sebagai subjek hukum; dan
(vii) hak atas kebebasan berfikir, keyakinan dan agama.

Kelompok kedua adalah hak-hak dalam jenis derogable, yakni hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh Negara-negara Pihak. Hak dan kebebasan yang termasuk dalam jenis ini adalah :
(i) hak atas kebebasan berkumpul secara damai;
(ii) hak atas kebebasan berserikat; termasuk membentuk dan menjadi anggota sertikat buruh; dan
(iii) hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi; termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau tulisan)

Tanggung jawab negara dalam konteks memenuhi kewajiban yang terbit dari ICCPR ini, adalah bersifat mutlak dan harus segera dijalankan (immediately). Singkatnya hak-hak yang terdapat dalam ICCPR ini bersifat justiciable.

Pokok-pokok isi kovenan INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK

- Pasal 1 menyatakan bahwa semua rakyat mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan menyerukan kepada semua negara, termasuk negara-negara yang bertanggung jawab atas pemerintahan Wilayah yang Tidak Berkepemerintahan Sendiri dan Wilayah Perwalian, untuk memajukan perwujudan hak tersebut. Pasal ini mempunyai arti yang sangat penting pada waktunya disahkan Kovenan ini pada tahun 1966 karena ketika itu masih banyak wilayah jajahan.

- Pasal 2 menetapkan kewajiban setiap Negara Pihak untuk menghormati hak-hak yang diakui dalam Kovenan ini. Pasal ini juga memastikan bahwa pelaksanaannya bagi semua individu yang berada di wilayahnya dan yang berada di bawah yuridikasinya tanpa ada pembedaan apapun.

- Pasal 4 menetapkan bahwa dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa dan keadaan itu diumumkan secara resmi, negara pihak dapat mengambil tindakan yang menyimpang dari kewajibannya menurut Kovenan ini sejauh hal itu mutlak kebutuhan situasi darurat tersebut, dengan ketentuan bahwa tindakan itu tidak menyebabkan diskriminasi yang semata-mata didasarkan itu tidak menyebabkan kelamin, bahasa, agama, atau asal-asul sosial.

- Pasal 5 menyatakan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam Kovenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak kepada negara, kelompok, atau seseorang untuk melibatkan diri dalam kegiatan atau melakukan tindakan yang bertujuan menghancurkan hak atau kebebasan mana pun yang diakui dalam Kovenan ini atau membatasinya lebih daripada yang ditetapkan dalam Kovenan ini. Pasal ini juga melarang dilakukannya pembatasan atau penyimpangan HAM mendasar yang diakui atau yang berlaku di negara pihak berdasarkan hukum, konvensi, peraturan, atau kebiasaan, dengan dalih bahwa Kovenan ini tidak mengakui hak tersebut atau mengakuinya tetapi secara lebih sempit.

- Pasal 6 sampai dengan pasal 27 menetapkan bahwa setiap manusia mempunyai hak hidup, bahwa hak ini dilindungi oleh hukum, dan bahwa tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang (pasal 6); bahwa tidak seorang pun boleh dikenai siksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak menusiawi, atau merendahkan mertabat (pasal 7); bahwa tidak seorang pun boleh diperbudak, bahwa pebudakan dan perdagangan budak dilarang, dan bahwa tidak seorang pun boleh diperhamba, atau diharuskan melakukan kerja paksa atau kerja wajib (pasal 8); bahwa tidak seorang pun boleh ditankap atau ditahan secara sewenang-wenang (pasal 10); dan bahwa tidak seorang pun boleh dipenjarakan hanya atas dasar ketidakmampuannya memenuhi kewajiban kontraktualnya (pasal 11)

- Pasal 27 merupakan akhir bagian substantive Kovenan ini. Untuk mengawasi pelaksanaan hak-hak yang termaktub dalam Kovenan ini, Pasal 28 sampai dengan Pasal 45 menetapkan pembentukan sebuah komite yan bernama Human Rights Committee (Komite Hak Asasi Manusia beserta ketentuan mengenai keanggotaan, cara pemilihan, tata tertib pertemuan.

- Kevenan kemudian menegaskan bahwa tidak ada satu ketentuan pun dalam kovenan ini yang bolah ditafsirkan sebagi mengurangi ketentuan Piagam PBB dan konstitusi badan khusus dalam hubungan dengan masalah yang diatur dalam kovenan ini (Pasal 46); dan bahwa tidak satu ketentuan pun dalam kovenan ini yang boleh ditafsirkan sebagai mengurangi hak melekat semua rakyat untuk menikmati dan menggunakan secara penuh dan secara bebas kekayaan dan sumber daya alamnya (Pasal 47);

- Kovenan ini diakhiri dengan Pasal-pasal penutup yang bersifat procedural seperti pembukaan penandatanganan, prosedur yang harus ditempuh oleh suatu Negara untuk menjadi pihak padanya, mulai berlakunya, lingkup berlakunya yang meliputi seluruh bagian negara federal tanpa pembatasan sebagi lembaga penyimpan (dositary) Kovenan, dan bahasa yang dipergunakan dalam naskah otentik (Pasal 48 sampai pasal 53).

No comments:

Powered by Blogger.