Bermusuhkan Kufur Nikmat
foto : razvandobre.com |
Ini bukan tentang saya sendiri, bukan hanya tentang kamu, tentang dia dengan segala tipudayanya, bukan hanya tentang orang tua, anak muda. Ini tentang kita bersama. Melupakan kebaikan adalah penyakit jamaah. Baru saja sejenak mengalami atau mendapatkan perkara, sudah mengeluh dan berkesah.
Bukanlah yang mensyukuri nikmat (baca : berkah) tuhan, apapun itu (beragama, ibadah, nikmah sehat, keselamatan, saling cinta dan mencintai) akan selalu ditambah anugerahnya. Itulah janji Sang Maha Kuasa (Baca Al-Qur'an surat Ibrahim [14] ayat 7). Satu lagi yang harus dicamkan adalah ketika kita mengingkarinya (nikmat tersebut) maka azab-Nya sangatlah pedih.
Segala bentuk kebenaran adalah mutlak milik Tuhan (baca : Allah SWT). Sementara itu, segala khilaf dan kesalahan adalah murni dilakukan oleh diri kita masing-masing (baca : manusia--makhluk-Nya yang sempurna). Mengapa disebut sempurna? Karena kita mempunyai akal, hawa dan nafsu. Berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain baik itu malaikat, jin, setan, hewan, tumbuhan maupun makhluk mati sekalipun.
Ada banyak sekali berkah yang selalu kita ingkari. Betapa kesempurnaan ini, bisa dikatakan kesemuanya, jarang kita merenungi bahkan tak pernah kita berterimakasih kepada-Nya. Bila saya boleh menyebutkannya, dalam segi fisik, secara jasmani, kelima indera kita, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lebih detailnya, mata kita yang digunakan melihat keindahan serta keagungan ciptaan-Nya, telinga kita yang mampu mendengar dengan jernih, mulut kita yang mampu bersenandung dengan indah, hidung kita yang mampu membedakan aroma makanan yang lezat.
Tangan yang sempurna ini kita manfaatkan untuk bekerja serta belajar menuntut ilmu setinggi-tingginya, kita gunakan untuk memberi kepada sesama, agar merasakan juga kesenangan. Kaki kita yang digunakan untuk melangkah, membantu seluruh anggota badan bergerak dan untuk bertumpu. Itulah titipan, anugerah tuhan yang ada tampak di luar tubuh kita.
Wajah kita yang tampan, cantik, tubuh kita yang sempurna. Semua diri kita sama, kulit yang putih, agak putih, agak hitam. Kita semua mampu untuk mengunyah dan menikmati makanan, mampu untuk berfikir, belajar, melakukan pekerjaan, mendapatkan semua hasilnya. Itulah berkah yang bayak serta tak ternilai harganya.
Bagaimana dengan karunia ciptaan yang telah diberikan Tuhan yang berada dalam tubuh kita, organ-organ yang bekerja baik sesuai dengan tugasnya, jantung kita yang sehat, paru-paru (pulmones) kita yang digunakan bernafas, pembuluh darah kita, arteri, vena, ginjal kita yang selalu memompa darah, usus kita, alat pencernaan kita, semuanya, sampai hal-hal yang kecil sekalipun. Semua ada dalam trayeknya, tentunya dalam kuasa Yang Maha Pencipta.
Itu semua belum seberapa. Betapa banyaknya anugerah dan hidayanya, tak akan mampu dihitung, dalam hitungan usia ini, dalam setiap detik-pun kita tak akan mampu. Itulah sunatullah.
Kita yang selalu mendambakan kebagahagiaan, setiap hari kita selalu mendapatkannya. Kita yang selalu berorientasi dalam dunia yang fana ini, niscaya ia (baca : dunia) berlari meninggalkan kita. Namun, bila kita berusaha untuk mendapatkan untuk tujuan mendapatkan ridho Tuhan (baca : akhirat). Niscaya keduanya (dunia & akhirat) kita akan mampu merengkuhnya.
Dengan selalu melihat keatas (baik itu materi, pangkat dll) tak akan membuat kita puas. Melihat lah sebagai bentuk motivasi berlaku lebih baik. Kadang kita pun perlu melihat kebawah. Banyak orang yang cacat, baik fisiknya, yang tak mempunyai tangan, kaki, organnya yang kurang normal. Orang yang cacat secara mental, itulah cobaan untuk lebih dekat dengan Tuhan. Kita kadang alfa untuk itu semua. Oleh karena itu, kita mulai untuk berterimakasih.
Semua kembali kepada tujuan kita hidup, baik muda sampai muda, si miskin dan si kaya, sehat, sakit. Selain untuk berkarya, berbagi, tolong-menolong adalah untuk semata-mata adalah ibadah.
2 comments:
Semoga aku tak termasuk yang kufur nikmat...
Terimakasih utk postingannya ya?
sama-sama :)
Post a Comment