Mengenai terpilihnya Busyro Muqoddas sebagai ketua KPK yang baru, beliau mengatakan dalam kepemimpinan KPK yang penting adalah keberanian dan kejujuran. Keduanya harus sinkron serta dimiliki oleh seorang pimpinan dimanapun, termasuk dalam lembaga seperti KPK. Saat ini sangat dirasakan sekali seorang pemimpin masih belum memiliki dua aspek tersebut (keberanian dan kejujuran). Kadang, ada yang memiliki keberanian saja, tapi belum jujur. Bisa juga dibalik, hanya memiliki kejujuran tapi tidak berani.
Seperti teladan kita bersama : Rosulullah SAW. Tekadnya untuk memupuk kejujuran bisa dilihat dari contoh, jika putrinya melakukan pencurian (bisa saja korupsi kalau saat ini) maka beliau sendirilah yang akan memotong tangan puterinya sendiri. Termasuk saat ini, dalam memberantas korupsi harus tanpa pandang buluh.
Prof. Din menyampaikan beberapa pesan seperti buka kembali "kasus Century gate", kasus rekening gendut Polri dan mafia hukum. Janganlah terulang kembali kasus-kasus seperti itu. Tapi, seakan-akan pemerintah membiarkan semua itu terjadi berlarut-larut tanpa ada penyelesaian konkrit. Beliau mengerti, pemerintah sampai saat ini telah bekerja keras, tapi sayangnya belum maksimal. Oleh karena itu, kepada masyarakat untuk terus mengawasi dan membantu dalam pemberantasan korupsi.
"Yang paling penting, sampai saat ini kita masih percaya, serta terus mendukung KPK jangan ada yang melemahkan bahkan sampai meng-kriminalisasikan KPK". Untuk itu, pemerintah sangat diminta komitmennya oleh kita semua untuk mendukung hal tersebut. Sekali lagi, jangan sampai ada yang melemahkan atau bahkan sampai mengkriminalisasikan KPK.

Sementara ini yang harus dibenahi antara lain mengenai perlindungan dan pengetatan. Sedikitnya ada 9 instansi yang terkait dengan permasalahan TKI, mulai dari pengurusan paspor, urusan kesehatan dll. Jangan sampai ada lagi terulang duka yang menimpa Kikim maupun Sumiyati. Meskipun yang terlihat dan terekspos oleh media baru sedikit. Oleh karena itu masih banyak yang harus dilakukan.
Para TKI/TKW saat ini tengah berada dalam kekhawatiran, meskipun sebenarnya sudah dari dulu-dulu. Dikarenakan tidak adanya jaminan, khususnya keselamatan. Angan-angan ingin memperbaiki hidup di luar negeri, malah mengalami perilaku yang tak seharusnya.
Pernah terlontar dari pemimpin negeri kita tentang pemberian alat komunikasi bagi para TKI/TKW kita di luar negeri. Tapi lihat dulu peraturan, kebanyakan mengenai penggunaan alat komunikasi itu tidak diperbolehkan. Dan pada akhirnya tawaran solusi itu tidak relevan. Karena alat komunikasi dirasa menggangu aktivitas pekerjaan.
Hal selanjutnya adalah, mengenai hari libur. Para TKI/TKW seharusnya di negara tempat mereka bekerja memberikan hari libur tersebut. Karena selama ini, para pekerja diharuskan bekerja full time. Termasuk yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Para para peminpin kita, yaitu pemerintah seharusnya melakukan berbagai cara termasuk berdiplomasi agar masalah ini selesai. Jangan sampai para pemimpin kita dilanda penyakit "Cuek-isme", tak menghiraukan para teriakan para TKI/TKW kita ini. Tapi realitanya seperti itu, "Cuek-isme" sepertinya sedang melanda para pemimpin negeri ini. Oleh karena itu, minimal dengan berdiplomasi mampu memberikan jalan keluar sehingga sedikit-sedikit TKI/TKW kita memiliki masalah, bisa "mengadu" ke KBRI.(rpd)
No comments:
Post a Comment